Irawan Soerodjo Jadi Gubes Unitomo Ke 16


Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Prof. Dr. Irawan Soerodjo, SH, M.Si Jum'at (06/03) dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu hukum. Pengukuhan guru besar ke 16 kampus berlokasi di Jalan Semolowaru Surabaya ini berlangsung dalam Sidang Senat Terbuka yang dipimpin langsung rektor Dr. Bachrul Amiq, SH, MH di Auditorium Ki H. Mohammad Saleh lantai 5 gedung F. Turut hadir ketua Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (L2Dikti) Wilayah 7 Jawa Timur Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA yang sekaligus menyerahkan Surat Keputusan pengangkatan Irawan sebagai guru besar.

 

            Dalam orasi ilmiah yang disampaikan seusai pengukuhan, Irawan mengangkat soal "Status Kewarganegaraan dan Kepemilikan Tanah di Indonesia". Menurutnya, UU No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang saat ini berlaku masih menyimpan sejumlah persoalan, terutama terkait dengan hak kepemilikan tanah yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

 

 

Dorong Revisi Undang-Undang.

 

            Seorang anak WNI yang dilahirkan di luar negeri, di negara yang menganut asas ius solli (pen. pemberian status kewarganegaraan berdasar tempat kelahiran), seperti Amerika Serikat, Kanada dan beberapa negara Amerika Latin, karena orang tuanya sedang berkerja di perusahaan atau kedubes RI di negara-negara itu, atau sedang studi misalnya, maka otomatis berhak mendapat status kewarganegaraan di negara-negara itu, di samping status sebagai WNI yang diturunkan dari orangtuanya, karena Indonesia menganut asas ius sanguinis (berdasar keturunan atau pertalian darah). Status kewarganegaraan ganda yang terjadi dalam kasus-kasus seperti ini, menurut Irawan, bisa berakibat hilangnya hak anak tersebut untuk mewarisi tanah orangtuanya yang ada di Indonesia, sebab UU kita tidak membolehkan hal tersebut. "Hak mereka untuk memiliki tanah di Indonesia otomatis gugur karena mereka mendapat status kewarganegaraan lain, dan tanah itu jadi milik negara. Ini khan bisa dibilang pelanggaran HAM", ujar Irawan, yang selain dosen sehari-hari juga menekuni profesi sebagai konsultan hukum.

 

            Karena itu, Irawan melihat perlunya pemerintah untuk segera merevisi UU yang mengatur hal ini. "Agar tidak ada lagi anak-anak di bawah umur yang dirugikan dan kehilangan haknya karena mereka belum tahu tentang hukum", tukas Irawan.