Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Uraikan Wewenang Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi


Sabtu (21/01), mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum (MIH) Fakultas Hukum (FH) Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) bersinergi dengan Penegak Hukum dari anggota Polri Polda Jatim menggelar webinar bertemakan "Wewenang Polri dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi". Dengan menggunakan zoom meeting sebagai media pertemuan, kegiatan yang diikuti sekitar 200 peserta dari unsur mahasiswa, praktisi, kepolisian,  Kejaksaan termasuk penasihat hukum dan pemerhati hukum ini dibuka langsung oleh Dekan FH, Subekti.

 

Dalam sambutannya, Subekti mengapresiasi kegiatan yang digelar mahasiswa MIH, karena mengkritisi adanya aturan terkait dengan sanksi hukum tindak pidana korupsi tetapi perbuatan tindak pidana korupsi masih tetap merajalela. "Ini menarik, kami harap webinar ini menjadi upaya pemikiran akademis agar perbuatan tindak pidana korupsi ini khususnya dalam penindakan dan penegakkan dapat dilakukan secara tegas", ujarnya.

 

Dengan mendatangkan 3 narasumber, yakni Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Semester 3, AKBP Hadi Winarno, dan AKBP Iwan Ridwan, Kasubdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim serta Dudik Djaja Sidarta, Dosen FH, webinar mengupas secara mendalam terkait tema yang diusung. Dalam paparannya, AKBP Hadi Winarno menyampaikan tindak pidana korupsi ini tidak hanya sekedar sebagai perbuatan hukum yang berhubungan dengan kerugian keuangan negara, tetapi lebih dari itu, tindak pidana korupsi berdasarkan UU No 31/ 1999 jo. UU No. 20/ 2001 Termasuk UU No. 1 Tahun 2023. " antara lain meliputi pemberian sesuatu/ janji kepada pegawai negeri atau penyuapan, penyalahgunaan wewenang / kesempatan sarana karena jabatan / kedudukan , memberi janji kepada pejabat termasuk memberikan janji kepada hakim, pengaruhi keputusan hakim atau pengaruhi kehadiran perkara,  perbuatan penggelapan dalam jabatan, perbuatan pemerasan, menguntungkan diri sendiri/ orang lain/ koorporasi", terangnya.

 

Senada dengan AKBP Hadi Winarno,  AKBP Iwan Ridwan meambahkan dalam tindak pidana korupsi termasuk memalsukan buku atau daftar untuk pemeriksaan asuransi dan gratifikasi. "Dalam pelaksanaan penegakan hukumnya tidak hanya secara hukum pidana saja tetapi juga melibatkan hukum administrasi negara termasuk didalamnya adalah hukum perdata maka hal ini hanya peran polri saja yang melakukan penangan perbuatan tindak pidana korupsi tetapi juga melibatkan kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK", jelasnya.

 

Sementara  Dudik Djaja Sidarta memberikan ulasan, secara hukum harus dibedakan dengan moralitas, begitu juga dengan pelaksanaan tindak pidana korupsi perlu ditangani secara serius berdasarkan undang-undang tindak pidana korupsi karena adanya prilaku korupsi di Indonesia sangat menghambat pembangunan dan mengancam kehidupan bernegara dan berbangsa. "Jadi, sekalipun perbuatan tidak bermoral berupa pemuasan diri sendiri sejak adanya sanksi hukum yang tegas mengatur tidak boleh dilakukan tindak pidana korupsi berdasarkan pedoman atau rumusan yang tergantung pada tujuan-tujuan secara empiris yang menetapkan bahwa perilaku korupsi adalah perilaku yang dapat mengganggu kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara", ujar Dudik.

 

Lebih lanjut, Dudik menjelaskan banyak tentang bahaya yang dilakukan oleh seorang koruptor tidak hanya berpengaruh kepada perekonomian negara tetapi juga akan sangat mempengaruhi moralitas bangsa dan negara. "Oleh karena itu korupsi harus bisa dicegah dan ditangani dengan secara tegas sampai dilaksanakan hukuman sampai pada keadaan tertentu dapat dilaksanakan hukuman mati, sehingga amanat pasal 41 UU Tindak pidana Korupsi bisa berjalan dengan ketentuan dan korupsi dicegah dari awal", pungkasnya.